FIGUR PUNAKAWAN
Semar,                Gareng, Petruk, Bagong
 Dalam                 perkembangan selanjutnya, hadirnya Semar sebagai  pamomong keturunan                Saptaarga tidak sendirian. Ia ditemani  oleh tiga anaknya, yaitu;                Gareng, Petruk, Bagong. Ke  empat abdi tersebut dinamakan Panakawan.                Dapat  disaksikan, hampir pada setiap pegelaran wayang kulit purwa,                 akan muncul seorang ksatria keturunan Saptaarga diikuti oleh Semar,                 Gareng, Petruk, Bagong. Cerita apa pun yang dipagelarkan,  ke lima                tokoh ini menduduki posisi penting. Kisah Mereka  diawali mulai dari                sebuah pertapaan Saptaarga atau  pertapaan lainnya. Setelah mendapat                berbagai macam ilmu  dan nasihat-nasihat dari Sang Begawan, mereka                turun  gunung untuk mengamalkan ilmu yang telah diperoleh, dengan                 melakukan tapa ngrame. (menolong tanpa pamrih).
Dalam                 perkembangan selanjutnya, hadirnya Semar sebagai  pamomong keturunan                Saptaarga tidak sendirian. Ia ditemani  oleh tiga anaknya, yaitu;                Gareng, Petruk, Bagong. Ke  empat abdi tersebut dinamakan Panakawan.                Dapat  disaksikan, hampir pada setiap pegelaran wayang kulit purwa,                 akan muncul seorang ksatria keturunan Saptaarga diikuti oleh Semar,                 Gareng, Petruk, Bagong. Cerita apa pun yang dipagelarkan,  ke lima                tokoh ini menduduki posisi penting. Kisah Mereka  diawali mulai dari                sebuah pertapaan Saptaarga atau  pertapaan lainnya. Setelah mendapat                berbagai macam ilmu  dan nasihat-nasihat dari Sang Begawan, mereka                turun  gunung untuk mengamalkan ilmu yang telah diperoleh, dengan                 melakukan tapa ngrame. (menolong tanpa pamrih). Dikisahkan,                 perjalanan sang Ksatria dan ke empat abdinya memasuki  hutan. Ini                menggambarkan bahwa sang ksatria mulai  memasuki medan kehidupan                yang belum pernah dikenal,  gelap, penuh semak belukar, banyak binatang                buas, makhluk  jahat yang siap menghadangnya, bahkan jika lengah                dapat  mengacam jiwanya. Namun pada akhirnya Ksatria, Semar, Gareng,                 Petruk, Bagong berhasil memetik kemenangan dengan mengalahkan  kawanan                Raksasa, sehingga berhasil keluar hutan dengan  selamat. Di luar                hutan, rintangan masih menghadang,  bahaya senantiasa mengancam.                Berkat Semar dan  anak-anaknya, sang Ksatria dapat menyingkirkan                segala  penghalang dan berhasil menyelesaikan tugas hidupnya dengan                 selamat. 
Mengapa                 peranan Semar dan anak-anaknya sangat menentukan  keberhasilan suatu                kehidupan? Sudah dipaparkan pada dua  tulisan sebelumnya, bahwa Semar                merupakan gambaran  penyelenggaraan Illahi yang ikut berproses dalam                 kehidupan manusia. Untuk lebih memperjelas peranan Semar, maka tokoh                 Semar dilengkapi dengan tiga tokoh lainnya. Ke empat  panakawan tersebut                merupakan simbol dari cipta, rasa,  karsa dan karya. Semar mempunyai                ciri menonjol yaitu  kuncung putih. Kuncung putih di kepala sebagai                simbol  dari pikiran, gagasan yang jernih atau cipta. Gareng mempunyai                 ciri yang menonjol yaitu bermata kero, bertangan cekot dan berkaki                 pincang. Ke tiga cacat fisik tersebut menyimbolkan rasa.  Mata kero,                adalah rasa kewaspadaan, tangan cekot adalah  rasa ketelitian dan                kaki pincang adalah rasa  kehati-hatian. Petruk adalah simbol dari                kehendak,  keinginan, karsa yang digambarkan dalam kedua tangannya.                 Jika digerakkan, kedua tangan tersebut bagaikan kedua orang yang                 bekerjasama dengan baik. Tangan depan menunjuk, memilih apa yang                 dikehendaki, tangan belakang menggenggam erat-erat apa  yang telah                dipilih. Sedangkan karya disimbolkan Bagong  dengan dua tangan yang                kelima jarinya terbuka lebar,  artinya selalu bersedia bekerja keras.                Cipta, rasa, karsa  dan karya merupakan satu kesatuan yang tidak                dapat  dipisahkan. Cipta, rasa, karsa dan karya berada dalam satu                 wilayah yang bernama pribadi atau jati diri manusia, disimbolkan                 tokoh Ksatria. Gambaran manusia ideal adalah merupakan  gambaran                pribadi manusia yang utuh, dimana cipta, rasa,  karsa dan karya dapat                menempati fungsinya masing-masing  dengan harmonis, untuk kemudian                berjalan seiring menuju  cita-cita yang luhur. Dengan demikian menjadi                jelas bahwa  antara Ksatria dan panakawan mempunyai hubungan signifikan.                 Tokoh ksatria akan berhasil dalam hidupnya dan mencapai cita-cita                 ideal jika didasari sebuah pikiran jernih (cipta), hati  tulus (rasa),                kehendak, tekad bulat (karsa) dan mau  bekerja keras (karya). 
Simbolisasi                 ksatria dan empat abdinya, serupa dengan ‘ngelmu’  sedulur papat                lima pancer. Sedulur papat adalah  panakawan, lima pancer adalah                ksatriya. Posisi pancer  berada ditengah, diapit oleh dua saudara                tua (kakang  mbarep, kakang kawah) dan dua saudara muda (adi ari-ari                 dan adi wuragil). Ngelmu sedulur papat lima pancer lahir dari konsep                 penyadaran akan awal mula manusia diciptakan dan tujuan  akhir hidup                manusia (sangkan paraning dumadi). Awal mula  manusia diciptakan                di awali dari saat-saat menjelang  kelahiran. Sebelum sang bayi (bayi,                dalam konteks ini  adalah pancer) lahir dari rahim ibu, yang muncul                pertama  kali adalah rasa cemas si ibu. Rasa cemas itu dinamakan                 Kakang mbarep. Kemudian pada saat menjelang bayi itu lahir, keluarlah                 cairan bening atau banyu kawah sebagai pelicin, untuk  melindungi                si bayi, agar proses kelahiran lancar dan  kulit bayi yang lembut                tidak lecet atau terluka. Banyu  kawah itu disebut Kakang kawah.                Setelah bayi lahir akan  disusul dengan keluarnya ari-ari dan darah.                Ari-ari  disebut Adi ari-ari dan darah disebut Adi wuragil. 
Ngelmu                 sedulur papat lima pancer memberi tekanan bahwa, manusia  dilahirkan                ke dunia ini tidak sendirian. Ada empat  saudara yang mendampingi.                Pancer adalah suksma sejati dan  sedulur papat adalah raga sejati.                Bersatunya suksma  sejati dan raga sejati melahirkan sebuah kehidupan.                
Hubungan                 antara pancer dan sedulur papat dalam kehidupan,  digambarkan dengan                seorang sais mengendalikan sebuah  kereta, ditarik oleh empat ekor                kuda, yang berwarna  merah, hitam, kuning dan putih. Sais kereta                melambangkan  kebebasan untuk memutuskan dan berbuat sesuatu. Kuda                 merah melambangkan energi, semangat, kuda hitam melambangkan kebutuhan                 biologis, kuda kuning melambangkan kebutuhan rohani dan  kuda putih                melambangkan keheningan, kesucian. Sebagai  sais, tentunya tidak                mudah mengendalikan empat kuda yang  saling berbeda sifat dan kebutuhannya.                Jika sang sais  mampu mengendalikan dan bekerjasama dengan ke empat                ekor  kudanya dengan baik dan seimbang, maka kereta akan berjalan                 lancar sampai ke tujuan akhir. Sang Sangkan Paraning Dumadi. 
(herjaka) 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
koment